-->
FkaTtGoWaoCAhuH4FEsIuU7rzVbSD7GG1WVSzEgy
Bookmark

Didi Kelinci Putih Yang Jarang Mandi

By Sydney
_______________________


Pada suatu hari hiduplah seekor kelinci berbadan besar bernama Didi, yang tinggal di dalam pohon tua di tepi hutan. Meski tubuhnya besar, Didi dikenal sebagai kelinci paling malas di kelompoknya. Ia jarang mandi, dan bulu putihnya pun mulai kusam karena jarang dirawat.

Di pagi hari, Didi terbangun dari tidurnya dan berjalan ke cermin kayu kecil yang tergantung di dinding pohonnya. Ia melihat bulunya yang biasanya putih bersih kini mulai kotor.

"Aduh, baru seminggu yang lalu aku mandi, sekarang sudah kotor lagi," keluh Didi sambil mengelus bulunya.

Dengan malas, Didi keluar rumah mencari wortel. Di jalan, ia bertemu dengan teman-temannya, Jaki dan Pukat. Jaki memiliki bulu hitam mengkilap, sedangkan Pukat berbulu coklat hangat.

"Hmm… kalau aku saja punya bulu hitam seperti Jaki, atau coklat seperti Pukat, aku tidak perlu mandi lagi," pikir Didi sambil menatap iri.

Tiba-tiba Didi mendapatkan ide. "Aku bisa merubah warna buluku!" gumamnya. "Kalau begitu, aku tidak perlu mandi lagi dan tetap bisa santai."

Tanpa berpikir panjang, Didi memutuskan untuk menemui penyihir hutan, yang terkenal bisa mengabulkan permintaan hewan-hewan hutan.

Di rumah penyihir yang penuh ramuan dan botol-botol aneh, Didi berkata, "Penyihir, aku ingin buluku berubah warna. Hitam atau coklat, yang penting aku tidak perlu mandi lagi."

Penyihir itu menatap Didi lama, lalu tersenyum tipis. "Baiklah, Didi. Aku bisa membantumu. Tapi ingat, perubahan itu punya konsekuensi. Apakah kamu benar-benar siap?"

Didi mengangguk tergesa-gesa. "Iya! Aku tidak sabar untuk berubah!"

Penyihir menyerahkan sepotong arang hitam dan berkata, "Rebus arang ini dengan air, lalu celupkan dirimu ke dalamnya. Tapi hati-hati, kesabaran adalah kunci."

Didi, yang memang terkenal tidak sabaran, langsung merebus arang itu di panci besar. Tanpa menunggu matang, ia menceburkan dirinya ke dalam air arang panas itu. Seketika, bulu putihnya meleleh. Didi panik, tubuhnya sekarang menjadi jelek dan botak.

Dengan sedih, Didi keluar dari rumah pohonnya dan melihat teman-temannya sedang mandi di sungai. Jaki dan Pukat sedang membersihkan bulu mereka, tertawa kecil menikmati air sungai yang segar.

Didi menunduk, menyesal. "Seandainya aku merawat buluku dengan baik, aku tidak akan kehilangan apa yang indah ini," gumamnya pelan.

Jaki melihat Didi dari jauh, lalu mendekat. "Didi… lihat, ini bukan tentang bagaimana caranya kamu bisa menjadi seperti seseorang. Ini tentang bagaimana kamu merawat, menjaga, menyayangi, dan mensyukuri apa yang kamu miliki," ucap Jaki dengan lembut.

Didi menatap Jaki dan Pukat. Air mata menggenang di matanya. Ia berlari kembali ke penyihir dan berkata, "Aku salah… Aku ingin memperbaikinya. Aku ingin belajar merawat diriku sendiri."

Penyihir tersenyum, mengusap kepala Didi. "Pelajaran terbesar adalah menyadari kesalahanmu. Sekarang, belajarlah untuk merawat dirimu, dan mungkin suatu hari bulumu akan tumbuh kembali dengan lebih indah, karena cinta dan perhatianmu sendiri."

Sejak hari itu, Didi rajin mandi, merawat bulunya, dan selalu bersyukur atas warna putih yang telah Tuhan berikan. Ia belajar bahwa tidak ada jalan pintas untuk menjadi baik, indah, dan bersih, selain merawat apa yang sudah dimiliki dengan sabar dan penuh cinta.
0

Post a Comment